Postingan

Menampilkan postingan dari Februari 23, 2019

Kho Ping Hoo

Gambar
Asmaraman Sukowati atau Kho Ping Hoo (juga dieja Kho Ping Ho , Hanzi: 許平和 ; pinyin: Xǔ Pínghé , lahir di Sragen, Jawa Tengah, 17 Agustus 1926 – meninggal 22 Juli 1994 pada umur 67 tahun) adalah penulis cersil (cerita silat) yang sangat populer di Indonesia. Kho Ping Hoo dikenal luas karena kontribusinya bagi literatur fiksi silat Indonesia, khususnya yang bertemakan Tionghoa Indonesia yang tidak dapat diabaikan. Asmaraman S. Kho Ping Hoo Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo Lahir 17 Agustus 1926 Sragen, Jawa Tengah, Hindia Belanda Meninggal 22 Juli 1994 (umur 67) Pekerjaan penulis Kebangsaan Indonesia Aliran sastra Cerita silat Selama 30 tahun ia telah menulis sedikitnya 120 judul cerita. Walaupun menulis cerita-cerita silat berlatar Tiongkok, penulis yang produktif ini tidak bisa membaca dan menulis dalam bahasa Mandarin. Ia banyak mendapat inspirasi dari film-film silat Hong Kong dan Taiwan. Karena tidak bisa berbahasa Mandarin, Kho Ping Hoo tidak memiliki akses

Karya khoo ping hoo

  BADAI LAUT SELATAN : JILID-05 Ia telah terombang-ambing dalam permainan nafsu berahi yang merupakan pantangan bagi seorang pengejar ilmu kesaktian. Hubungan yang wajar dan bersih dari pada nafsu kotor dengan isterinya malah jarang terjadi karena ia lebih senang berada di tempat gurunya dan inilah yang merupakan racun yang memabokkan seperti madat. Karena merasa jengah dan malu, ia menjadi marah. "Kau sombong, orang tua. Biarlah aku mencoba mu dengan pukulan tangan tanpa senjata. Siap dan sambutlah ini!" Raden Wisangjiwo lalu menerjang maju, gerakannya sigap dan pukulannya mendatangkan angin menderu. Pemuda ini tidak hanya hendak mendemonstrasikan kehebatan ilmu gurunya, juga hatinya panas dan ia ingin memberi hajaran kepada orang yang berani bersikap kurang ajar terhadap Ni Durgogini. Sama sekali ia tidak pernah mimpi bahwa yang ia hadapi ini adalah Narotama yang kini telah menjadi pepatih dalam di Mataram berjuluk Rakyana Patih Kanuruhan, sahabat baik Sang Prabu Airlangga

Karya khoo pinghoo

Badai Laut Selatan Jilid 003 ◄◄◄◄ Kembali Melihat keadaan isterinya, Pujo kaget sekali. Begitu memegang pergelangan tangan isterinya dan memandang wajahnya dalam keadaan remang-remang itu, maklumlah ia apa yang terjadi. Isterinya terserang pukulan berbisa dan perlu segera ditolong. Keadaan isteri terkasih inilah yang membuat Pujo terlengah. Ia lalu duduk bersila di depan Kartikosari, menempelkan telapak kedua tangannya kepada telapak tangan isterinya, lalu ia mengumpulkan daya cipta dan mengerahkan ajinya sehingga hawa sakti dari dalam tubuhnya mengalir bagaikan air bah melalui telapak tangan mereka, masuk ke dalam tubuh isterinya dan merupakan tenaga maha kuat membantu isterinya menghalau pergi hawa beracun. Pujo memang terlalu baik hati. Kalau saja ia tadi tidak menaruh kasihan kepada Raden Wisangjiwo sehingga dalam pukulannya ia mengerahkan seluruh tenaganya, tentu lawan itu telah tewas. Kalau saja ia tidak terlalu percaya bahwa lawan tentu malu untuk melakukan penyerangan

Karya khoo pinghoo

Badai Laut Selatan Jilid 004 ◄◄◄◄ Kembali Dari dalam hutan dekat pantai terdengar auman harimau, disusul bunyi rombongan kera yang bercicitan takut. Beberapa ekor burung gagak terbang berputar-putar di atas tubuh yang rebah tak bergerak, makin lama makin rendah lalu hinggap di atas batu karang yang menonjol keluar dari pasir, hinggap di situ tak bergerak seperti patung dan mata melirik ke arah tubuh manusia yang tak bergerak gerak itu. Burung-burung gagak ini maklum bahwa manusia yang rebah tak berkutik itu belum mati, mungkin akan mati dan mereka hanya mau mendekati bangkai. Mereka sabar menunggu. Akan tetapi tak lama kemudian rombongan burung gagak itu terbang ke atas sambil mengeluarkan bunyi nyaring, "Gaaaaok....... gaaaok..... gaaaokk!" dan terbang makin jauh. Suara burung-burung ini mengandung kecewa, karena manusia yang tadinya disangka akan mati ternyata dapat bergerak dan bangkit, lalu berlutut di atas pasir sambil menangis tersedu-sedu. Hancur hati Kartikos