Kho Ping Hoo

Gambar
Asmaraman Sukowati atau Kho Ping Hoo (juga dieja Kho Ping Ho , Hanzi: 許平和 ; pinyin: Xǔ Pínghé , lahir di Sragen, Jawa Tengah, 17 Agustus 1926 – meninggal 22 Juli 1994 pada umur 67 tahun) adalah penulis cersil (cerita silat) yang sangat populer di Indonesia. Kho Ping Hoo dikenal luas karena kontribusinya bagi literatur fiksi silat Indonesia, khususnya yang bertemakan Tionghoa Indonesia yang tidak dapat diabaikan. Asmaraman S. Kho Ping Hoo Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo Lahir 17 Agustus 1926 Sragen, Jawa Tengah, Hindia Belanda Meninggal 22 Juli 1994 (umur 67) Pekerjaan penulis Kebangsaan Indonesia Aliran sastra Cerita silat Selama 30 tahun ia telah menulis sedikitnya 120 judul cerita. Walaupun menulis cerita-cerita silat berlatar Tiongkok, penulis yang produktif ini tidak bisa membaca dan menulis dalam bahasa Mandarin. Ia banyak mendapat inspirasi dari film-film silat Hong Kong dan Taiwan. Karena tidak bisa berbahasa Mandarin, Kho Ping Hoo tidak memiliki akses

Mithos Negeri Gantarawang bagian Ke dua

Guru SMA Negeri 6 Kota Serang
Dalam seri kesatu Mitos Negeri Gantarawang, telah diinformasikan bahwa siapa sebenarnya H. Deeng, akan dibicarakan pada seri kedua. Dan apa benar anggapan masyarakat bahwa H. Deeng adalah penguasa negeri Gantarawang? Berdasarkan data-data yang berhasil penulis rangkum, H. Deeng adalah orang kasepuhan yang baik dan sholeh. Beliau adalah seorang guru ngaji, sekaligus juga guru tasawuf, yang mengajar para murid atau santrinya di bale rombeng, yaitu gubug-gubug tempat para santri menginap (sejenis tempat cost).
Panggilan H. Deeng bukan bukan nama sebenarnya, tapi hanya julukan. Nama aslinya adalah H. Tb. Yali. Selain berprofesi sebagai guru ngaji, H. Deeng juga suka memotong kerbau dan sebagian dagingnya diolah menjadi dendeng, yang dalam bahasa sunda setempat menyebutnya deeng. Karena profesinya sebagai tukang dendeng itulah, maka selanjutnya masyarakat memanggilnya dengan sebutan H.Deeng. Demikian Nama H. Deeng dikenal sampai sekarang. Dalam seri kesatu disebutkan bahwa H. Deeng adalah penguasa negeri Jin Gantarang. Sebenarnya anggapan tesebut keliru. Yang sebenarnya, H. Deeng adalah orang alim yang memiliki ilmu tinggi.
Lokasi Bale Rombeng H. Deeng bersebelahan dengan lokasi negeri jin Gantarawang, dipisahkan oleh kali dan petakan-petakan sawah. Di kali dan sawah itu para santri sering mengambil ikan. Jenis ikan yang paling banyak di tempat itu adalah lele dan gabus. Mereka menangkap ikan tersebut dengan cara menggunakan perangkap yang disebut bubu. Perangkap yang mereka pasang selalu ada yang mengganggu, dengan cara membuka semua tutup bubu. Mungkin mereka tujuannya agar ikan tidak masuk perangkap.
Ikan-ikan di situ menyimpan banyak misteri. Hal ini sering dialami oleh penduduk yang memancing di situ, mendapat ikan sangat banyak sampai lupa pulang. Jika terjadi hal seperti itu, biasanya ada kejadin yang luar biasa. Konon kabarnya sering terjadi pemancing ditampar oleh ikan gabus yang sangat besar. Akibatnya orang tersebut mengalami sakit dadakan, bahkan terkadang ada yang sampai menemui ajalnnya.
Pada suatu hari, H. Deeng bersama dengan para santri megintip bubu (alat perangkap ikan) yang mereka pasang. Baru kali itu mereka menangkap basah sejumlah makhluk hidup yang sedang membuka semua tutup perangkap ikan. Makhluk-makhluk tersebut berpostur tingi-tinggi, berwarna putih, dengan bentuk kepala kotak, dan wajahnya tidak jelas. Melihat kejadian itu H. Deeng turun tangan, dan menantang para makhluk tersebut, disuruh mendatangkan rajanya. Makhluk-makhluk tersebut tidak berani melayani tantangan H. Deeng. Meraka sujud mengaku kalah dan menyerah. Kemudian H. Deeng mengusir kerajaan jin Gantarawang. Akan tetapi Raja jin mengambil keputusan untuk tidak mengganggu H. Deeng dan turunannya. Kerajaannya tidak pindah semua, tetapi dibagi menjadi dua. Sebagian pindah ke “lawang seketeng” yang berdomisili di Ujung kulon, dan sebagian lagi menetap di situ, sampai sekarang.
Misteri lain pernah dialami oleh seorang petani yang memotong ranting pohon beringin yang merunduk ke sawah yang padinya siap dipanen. Dari potongan ranting tersebut bercucuran darah segar. Petani tersebut mendadak sakit yang luar biasa. Untung saja ada orang yang tahu dan mengerti terhadap apa yang terjadi, dan petani tersebut berhasil diselamatkan. Besok paginya terjadi sesuatu yang benar-benar di luar logika. Potongan ranting-ranting yang dipangkas tersebut telah kembali menyambung seperti sedia kala. Misteri-miteri tersebut dikisahkan oleh mang Kamsari, yang kini telah almarhum. Penulis sendiri memperoleh informasi ini dari tetangganya yang bernama Dimyati. Dan kini dia telah menjadi kasepuhan.
Selain itu satu misteri lagi yang sangat kental dikenal oleh masyarakat setempat. Bersebelahan denan lokasi Bale Rombeng milik H. Deeng terdapat dukuh Keromong, yaitu hutan yang setiap tahunnya dijadikan tempat tanggapan atau pergelaran wayang golek. Konon katanya penduduk kerajaan jin ini sangat menyenangi kesenian wayang golek, seperti yang telah dibahas pada seri kesatu.
Sekitar tahun 1975 di beberapa titik di wilayah kecamatan Petir, termasuk wilayah Gantarawang, pernah dilakukan pengeboran minyak tanah. Pengeboran tersebut tidak dilanjutkan, karena berdasarkan penelitian kadar minyak yang dikandungnya hanya mampu bertahan selama lima puluh tahun. Dalam proyek pengeboran tersebut juga terjadi peristiwa yang benar-benar tidak bisa diinterpretasi dengan penalaran dan logika. Satu persatu para pekerja menghilang. Bahkan banyak para pekerja yang hilang tanpa karana, waktu istirahat dan makan bersama. Karena ketakutan, semua pekerja meninggalkan proyek tersebut tanpa menghiraukan upah kerja yang belum dibayar.
Pada tahun 2006, pemerintah memprogramkan pembangunan perumahan bagi para pengungsi tsunami Aceh yang dikenal dengan istilah eksodan. Gantarawang temasuk wilayah yang dipilih untuk proyek tersebut. Pembangunan belum selesai seratus persen, dan baru ada penguni beberapa keluarga, terjadi peristiwa yang luar biasa. Bangunan tersebut disapu angin besar menghabiskan perumahan tersebut sampai rata dengan tanah. Anehnya angin tersebut hanya terjadi di seputar wilaya perumahan. Gagallah program tersebut, dan diitinggalkan oleh kontraktonya.
Satu mistri yaitu cerita nyata lima tahun lalu tentang tukang ojeg yang dikenal dengan panggilan Kotet. Pada suatu malam Kotet mengantarkan muatan seorang nenek ke Tunjung Teja. Setelah sampai di rumahnya, si nenek tidak memberi ongkos dengan alasan tidak punya uang. Lalu si nenek memberikan sebuah kain emban sebagai pengganti ongkos. Si nenek melarang Kotet pulang karena sudah terlalu malam, dan Kotet menginap di rumah si nenek. Singkatnya ketika bangun pagi Kotet terkejut, karena ternyata dia tidur di semak-semak dan alang-alang.
Setelah mengalami kejadian itu Kotet berhenti menjadi tukang ojeg. Dan sekarang Kotek memiliki kemampuan dapat mengobati berbagai penyakit. Setiap hari Kotet hanya duduk-duduk di rumah, menunggu pasien yang datang meminta tolong untuk disembuhkan penyakitnya. Selengkapnya kisah tentang Kotet dapat Anda baca di blog petir fenomnal.
Demikian Mithos Negeri Gantarawang seri kedua ini penulis sajikan, dan jika suatu saat penulis mendapatkan informasi atau data yang akurat dan layak, Insya Allah akan dipublikasikan lagi seri ketiga. Semoga Mithos ini bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRABU PUCUK UMUUN

Mundinglaya Dikusumah Menaklukan Guriang 7

Kho Ping Hoo