Guru SMA Negeri 6 Kota Serang
Dalam
seri kesatu Mitos Negeri Gantarawang, telah diinformasikan bahwa siapa
sebenarnya H. Deeng, akan dibicarakan pada seri kedua. Dan apa benar
anggapan masyarakat bahwa H. Deeng adalah penguasa negeri Gantarawang?
Berdasarkan data-data yang berhasil penulis rangkum, H. Deeng adalah
orang kasepuhan yang baik dan sholeh. Beliau adalah seorang guru ngaji,
sekaligus juga guru tasawuf, yang mengajar para murid atau santrinya di bale rombeng, yaitu gubug-gubug tempat para santri menginap (sejenis tempat cost).
Panggilan
H. Deeng bukan bukan nama sebenarnya, tapi hanya julukan. Nama aslinya
adalah H. Tb. Yali. Selain berprofesi sebagai guru ngaji, H. Deeng juga
suka memotong kerbau dan sebagian dagingnya diolah menjadi dendeng, yang
dalam bahasa sunda setempat menyebutnya deeng. Karena
profesinya sebagai tukang dendeng itulah, maka selanjutnya masyarakat
memanggilnya dengan sebutan H.Deeng. Demikian Nama H. Deeng dikenal
sampai sekarang. Dalam seri kesatu disebutkan bahwa H. Deeng adalah
penguasa negeri Jin Gantarang. Sebenarnya anggapan tesebut keliru. Yang
sebenarnya, H. Deeng adalah orang alim yang memiliki ilmu tinggi.
Lokasi Bale Rombeng H.
Deeng bersebelahan dengan lokasi negeri jin Gantarawang, dipisahkan
oleh kali dan petakan-petakan sawah. Di kali dan sawah itu para santri
sering mengambil ikan. Jenis ikan yang paling banyak di tempat itu
adalah lele dan gabus. Mereka menangkap ikan tersebut dengan cara
menggunakan perangkap yang disebut bubu. Perangkap yang mereka pasang selalu ada yang mengganggu, dengan cara membuka semua tutup bubu. Mungkin mereka tujuannya agar ikan tidak masuk perangkap.
Ikan-ikan
di situ menyimpan banyak misteri. Hal ini sering dialami oleh penduduk
yang memancing di situ, mendapat ikan sangat banyak sampai lupa pulang.
Jika terjadi hal seperti itu, biasanya ada kejadin yang luar biasa.
Konon kabarnya sering terjadi pemancing ditampar oleh ikan gabus yang
sangat besar. Akibatnya orang tersebut mengalami sakit dadakan, bahkan
terkadang ada yang sampai menemui ajalnnya.
Pada suatu hari, H. Deeng bersama dengan para santri megintip bubu (alat
perangkap ikan) yang mereka pasang. Baru kali itu mereka menangkap
basah sejumlah makhluk hidup yang sedang membuka semua tutup perangkap
ikan. Makhluk-makhluk tersebut berpostur tingi-tinggi, berwarna putih,
dengan bentuk kepala kotak, dan wajahnya tidak jelas. Melihat kejadian
itu H. Deeng turun tangan, dan menantang para makhluk tersebut, disuruh
mendatangkan rajanya. Makhluk-makhluk tersebut tidak berani melayani
tantangan H. Deeng. Meraka sujud mengaku kalah dan menyerah. Kemudian H.
Deeng mengusir kerajaan jin Gantarawang. Akan tetapi Raja jin mengambil
keputusan untuk tidak mengganggu H. Deeng dan turunannya. Kerajaannya
tidak pindah semua, tetapi dibagi menjadi dua. Sebagian pindah ke
“lawang seketeng” yang berdomisili di Ujung kulon, dan sebagian lagi
menetap di situ, sampai sekarang.
Misteri lain
pernah dialami oleh seorang petani yang memotong ranting pohon beringin
yang merunduk ke sawah yang padinya siap dipanen. Dari potongan ranting
tersebut bercucuran darah segar. Petani tersebut mendadak sakit yang
luar biasa. Untung saja ada orang yang tahu dan mengerti terhadap apa
yang terjadi, dan petani tersebut berhasil diselamatkan. Besok paginya
terjadi sesuatu yang benar-benar di luar logika. Potongan
ranting-ranting yang dipangkas tersebut telah kembali menyambung seperti
sedia kala. Misteri-miteri tersebut dikisahkan oleh mang Kamsari, yang
kini telah almarhum. Penulis sendiri memperoleh informasi ini dari
tetangganya yang bernama Dimyati. Dan kini dia telah menjadi kasepuhan.
Selain itu satu misteri lagi yang sangat kental dikenal oleh masyarakat setempat. Bersebelahan denan lokasi Bale Rombeng milik H. Deeng terdapat dukuh Keromong, yaitu hutan yang setiap tahunnya dijadikan tempat tanggapan
atau pergelaran wayang golek. Konon katanya penduduk kerajaan jin ini
sangat menyenangi kesenian wayang golek, seperti yang telah dibahas pada
seri kesatu.
Sekitar tahun 1975 di beberapa titik
di wilayah kecamatan Petir, termasuk wilayah Gantarawang, pernah
dilakukan pengeboran minyak tanah. Pengeboran tersebut tidak
dilanjutkan, karena berdasarkan penelitian kadar minyak yang
dikandungnya hanya mampu bertahan selama lima puluh tahun. Dalam proyek
pengeboran tersebut juga terjadi peristiwa yang benar-benar tidak bisa
diinterpretasi dengan penalaran dan logika. Satu persatu para pekerja
menghilang. Bahkan banyak para pekerja yang hilang tanpa karana, waktu
istirahat dan makan bersama. Karena ketakutan, semua pekerja
meninggalkan proyek tersebut tanpa menghiraukan upah kerja yang belum
dibayar.
Pada tahun 2006, pemerintah memprogramkan pembangunan perumahan bagi para pengungsi tsunami Aceh yang dikenal dengan istilah eksodan.
Gantarawang temasuk wilayah yang dipilih untuk proyek tersebut.
Pembangunan belum selesai seratus persen, dan baru ada penguni beberapa
keluarga, terjadi peristiwa yang luar biasa. Bangunan tersebut disapu
angin besar menghabiskan perumahan tersebut sampai rata dengan tanah.
Anehnya angin tersebut hanya terjadi di seputar wilaya perumahan.
Gagallah program tersebut, dan diitinggalkan oleh kontraktonya.
Satu
mistri yaitu cerita nyata lima tahun lalu tentang tukang ojeg yang
dikenal dengan panggilan Kotet. Pada suatu malam Kotet mengantarkan
muatan seorang nenek ke Tunjung Teja. Setelah sampai di rumahnya, si
nenek tidak memberi ongkos dengan alasan tidak punya uang. Lalu si nenek
memberikan sebuah kain emban sebagai pengganti ongkos. Si
nenek melarang Kotet pulang karena sudah terlalu malam, dan Kotet
menginap di rumah si nenek. Singkatnya ketika bangun pagi Kotet
terkejut, karena ternyata dia tidur di semak-semak dan alang-alang.
Setelah
mengalami kejadian itu Kotet berhenti menjadi tukang ojeg. Dan sekarang
Kotek memiliki kemampuan dapat mengobati berbagai penyakit. Setiap hari
Kotet hanya duduk-duduk di rumah, menunggu pasien yang datang meminta
tolong untuk disembuhkan penyakitnya. Selengkapnya kisah tentang Kotet
dapat Anda baca di blog petir fenomnal.
Demikian
Mithos Negeri Gantarawang seri kedua ini penulis sajikan, dan jika suatu
saat penulis mendapatkan informasi atau data yang akurat dan layak,
Insya Allah akan dipublikasikan lagi seri ketiga. Semoga Mithos ini
bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar